Minggu, 29 Mei 2011

CEREMONIAL PUJI TAHLIL [1]

Kulo dipun utus pak Sukarno (bukan nama sebenarnya), 
mangke sak sampunipun salat Isyak, bapak dipun aturi ngrawuhi acara Puji Tahlil, 
‘njih’ mengeti nyewunipun simbah Marto (bukan nama sebenarnya) 
dateng griyanipun Bapak Sumadi (bukan nama sebenarnya)

Begitulah, kurang lebih “kalimat undangan” yang sering disampaikan oleh seorang pengundang di suatu daerah untuk hadir di suatu acara yang dikenal dengan tahlilan.

Di daerah saya tinggal, lebih tepat saya ngontrak, di Dsn Klenggotan, Desa Srimulyo, Kec. Piyungan, Kab Bantul, tahlilan disebut juga dengan Puji Tahlil. Di daerah lain, sebut saja misalnya di Wonokromo, Pleret, Bantul, salah satu daerah yang disebut dengan kota santrinya Bantul, atau selevel dengan Jombang di Jawa Timur, istilah tahlilan sama pengertiannya denga puji tahlil di atas. Tapi intinya sama, sama-sama memanfaat moment kematian untuk selamatan, mulai 1 hari, 7 hari, 40 hari, dan seterusnya. Kata tahlilan ini sendiri berasal dari kata hallala, yuhallilu, tahlilan, artinya membaca kalimat La Illaha Illallah .

Bagi orang yang diundang, jawaban “Insya Allah” ini hampir dipastikan 100% (seratus persen) pasti datang. Mutlak datang. Kalau tidak datang, ada rasa-rasa seperti ewuh pakewuh, ora enak karo tonggo, ora ngowahi-ngowahi adat dll. Di sisi lain, ada keuntungan sosial (social benefit). Karena dengan menghadiri acara puji tahlil , Anda akan mendapatkan beberapa kemewahan.

Kemewahan itu adalah, Anda tamu agung pada hari itu. Begitu Anda bersalaman dengan tuan rumah lalu duduk pada posisi yang sudah ditentukan. Beberapa saat kemudian, segelas teh hangat lengkap dengan roti menyambut kedatangan Anda. Jangan keburu nafsu untuk minum teh yang nyata-nyata telah menjadi hak Anda. Tunggu untuk beberapa saat. Karena, selagi belum ada komando dari pak rois atau pak kaum, jangan harap rasa haus anda akan terobati. Meskipun saat itu anda betul-betul haus. Tahanlan untuk barang saat. Dalam hitungan detik, pasti dan pasti segelas teh itu akan menjadi bagian penting yang tak terpisahkan dari menu awal acara puji tahlil. Dan setelah itu akan terdengar bunyi mantra seperti ini.

Ila hadhratin nabiyyil mustofa ……..
Tsumma ila arwahi mbah Marijan sekalian …
Tsumma ila arwahi mbah Pawiro sekalian …
Tsumma ila arwahi mbah ini mbah itu sekalian …

Acara diutup dengan amin bersama. Beberapa detik kemudian datanglah yang ditunggu-tungu itu. Satu paket bernama brekat (dari kata berkah yang artinya mendapatkan keberkahan dari acara puji tahlil). Ketika semua jamaah sudah mendapatkan brekat dari hasil mujahad membaca kalimat puji tahlil itu. Sebuah bentuk penghargaan atas kesedian para jamaah meluangkan waktu dan tenaga untuk hadir pada acara siklus kehidupan orang amati itu.
Acara ditutup dengan do’a. Sebelum itu, pak rois/kaum memberikan final speech, semacam kata akhir dengan seperangkat kata-kata: “Mugi-mugi (mudah-mudahan) dengan wasilah (perantara) berkat ini arwah si mayit di tempatkan di sisi Tuhan dan dijembarake (dilapangkan) kuburnya.

Amin, demikian jamaah puji tahlil mengamini, lalu pulang. Di rumah anak dan istri senang menunggu, karena sebentar lagi sang ayah pulang dengan membawa sekado makanan.
Itulah sekilas acara puji tahlil. Sebuah ritual wajib bagi orang-orang yang mengaku bahwa ajaran itu adalah ajaran Islam yang dibawa walisanga.

Dalam acara puji tahlil, didalamnya selalu ada dua orang yang mempunyai peran penting. Pertama, si pengundang dan pak rois/kaum, sang imam yang akan mengawal jalannya acara puji tahlil.
Cuplikan undangan yang saya tulis di atas adalah mantra wajib bagi orang yang bertugas sebgai pengundang. Kalimat itu biasanya diucapan oleh seorang pengundang yang punya legitimasi tugas khusus di sebuah kampung. Dari jerih payah ini, si pengundang biasanya akan mendapat upah berupa sebungkus rokok, uang — minimal lima sampai sepuluh ribu rupiah dalam amplop, dan ditambah satu kado brekat (berkah) di sesi akhir acara puji tahlil rampung. Itu kalau kebetulan ada kelebihan brekat. Kalau tidak, cukup gula-teh dan uba rampenya, sesuai kesepakatan.

Jadi keuntungan ekonomis yang didapatkan oleh si pengundang adalah uang sepuluh ribu rupiah, rokok satu bungkus, satu kado berkat sebagai imbalan si pengundang plus satu kado brekat lagi sebagai hak si pengundang yang telah duduk di majlis puji tahlil. [bersambung ke bag.2]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar