Jumat, 27 Mei 2011

Lelaki dengan Bara Api di Tangan [1]

Beragam fitnah muncul mengiringi perjalanan dakwah MTA. Diantara fitnah itu adalah MTA antek Yahudi. MTA sesat. MTA menghalalkan daging anjing. MTA didanai gerakan Wahabi Saudi Arabia. MTA dan, dan… masih banyak lagi.

Di tengah terjangan air bah fitnah itu, MTA tidak malah surut dan mundur ke belakang, tapi malah justru merangsak semakin maju, bak banteng kecaton, bak pemain kuda lumping yang kerasukan setan. Bahwa fitnah itu lebih kejam dari pada pembunuhan, itu jelas. Artinya, fitnah itu sejenis berita buruk, yang dalam istilah jurnalistik dikatakan dengan ‘bad news is good news’(berita buruk adalah berita baik).
Media surat kabar atau koran, majalah, buletin sampai media online adalah mata rantai penyampai berita buruk itu. Media tersebut, tidak akan hadir ditengah pembacanya kalau tidak ada berita buruk. Demikian juga dengan MTA yang difitnahkan dengan beragam isu yang memerahkan kuping di atas. Tapi dari kaca mata hikmah, berita sejenis itu adalah rahmat, serupa ‘hidangan dari langit’. Yang dengan hidangan itu, sebenarnya ada semacam akses hidayah bagi banyak orang, baik warga non-MTA maupun warga MTA untuk mulai membuka kran kesadarannya masing-masing, bahwa Islam yang kita kenal hari ini adalah Islam yang sedang diacak-acak oleh orang di luar Islam atau bahkan umat Islam sendiri.

Artinya, melalui bunyi hadist di atas, kita, umat Islam, seharusnya mulai bermuhasabah. Bahwa, hari ini umat Islam sudah jauh dari Al-Qur’an, sudah jauh dan tidak mau mengamalkan sunah, sudah jauh dari Islam, Begitu jauhnya umat ini jauh dari agamanya, hingga terpelanting jatuh ke jurang-jurang kenistaan. Sudah tidak tahu lagi, bagaimana, dari mana, mau ke mana, dan dari mana mau kembali serta mengawali.
Di tengah badai fitnah itu, Nabi Muhammad SAW seolah hadir ditengah kita. Bahwa kita benar-benar sedang menggenggam sebuah bara api.

Akankan kita memadamkan bara api itu?

Fitnah-fitnah di atas, yang sengaja dilancarkan oleh pihak-pihak yang tidak senang dengan MTA adalah serupa menyiram bara api dengan bensin yang dikira air. Dengan cara itu, apa yang dilakukan para fitnator itu adalah langkah yang salah. Tidak hanya salah tapi salah besar. Dengan segala daya upaya (dalam hal ini melibatkan nafsu amarah yang lebay lantas ditunggangi oleh setan), dia mengira gayung yang dibawanya berisi air. Nyatanya gayung itu berisi bensin. Terus apa yang terjadi? Bara api itu bukan semakin padam, tapi malah semakin membara, menjalar kemana-mana. Tidak hanya menjalar dengan skala di genggaman tangan, tapi meluas ke sekujur tubuh bangsa ini.

Bagian tubuh bangsa ini adalah Kabupten Sragen (atau kasus lain yang berkaitan dengan setiap event peresmian). Di sini-lah percik bara api itu melentik. Sehingga bunga api itu menjadi penanda diresmikannya 13 cabang baru MTA di Kabupaten Sragen pada hari Selasa tanggal 15 Februari 2011. Lentikan bara api itu juga sudah terjadi dan terus akan terjadi di daerah lain yang sedang menunggu diresmikan cabang atau pun perwakilan baru di seluruh Indonesia.

Ternyata, kehadiran profesi fitnator memiliki peran penting di tengah masyarakat. Tanpa disadari oleh para fitnator itu, sosok para fitnator itu tak ubahnya seperti Abu Jahal dan Abu Lahab di sisi perjuangan Nabi Muhammad SAW. Atau sosok Raja Firaun di sisi Nabi Musa. (bersambung.....)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar