Jumat, 20 Mei 2011

MTA: Yang Saya Tahu (1)

Tulisan ini adalah opini pribadi saya sebagai warga Majlis Tafsir Al-Qur’an (MTA) binaan Blonotan, Piyungan, Bantul.
Belum genap satu tahun saya ikut ngaji di MTA binaan Blonotan, Piyungan, Bantul. Belum genap juga saya bisa memahami dan mengerti apa itu Majlis Tafsir Al-Qur’an (MTA) secara lebih detil, lebih intens dan lebih komprehensif.
MTA yang saya tahu adalah Blonotan. Blonotan adalah tanah kelahiran para lelaki dengan bara api di tangan. Blonotan adalah sebuah kampung yang tak lain adalah sebuah noktah kecil pada sesobek peta di pojok Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dan Blonotan, yang saya tahu, telah memiliki andil memberikan kekuatan dan semangat baru bagi saya dan warga MTA binaan ini, yang punya cara sendiri mereprentasikan era kebangkitannya menuju tata nilai baru dalam beragama secara benar menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah.
MTA yang saya tahu adalah pengajian tanpa sarung. Tidak ada pecis — baik yang putih layaknya orang baru pulang haji dan tidak juga kopyah hitam yang sering dipakai tahlilan. Pecis putih dan kopyah hitam, dua simbol kesalehan, dalam kasus tertentu mungkin hanya tepat dipakai oleh seorang ustadz TPA atau rais atau kaum pada acara hajatan tahlilan, misalnya. Tapi kedua tutup kepala plus sarung bukan sebuah kewajiban dan tidak juga diharamkan untuk dipakai di sebuah majlis taklim bernama MTA.
MTA yang saya tahu adalah forum pengajian yang terasa aneh bagi saya yang awam ini. Sama anehnya ketika agama anak yatim bernama Muhammad ini hadir di sudut kampung di kota Makkah. Aneh? Karena setiap hadir, satu per satu, nama jamaah dipanggl untuk diabsen (di MTA sebutan jamaah lebih sering disebut dengan warga). Kok seperti anak sekolah ya, pikir saya dalam hati. Budi! Ada. Yono, tidak ada, karena sakit. Iwan, izin. Sekilas, ada aroma indoktrinasi. Ternyata tidak. Inilah metode untuk menjaga tingkat kedisiplinan dan keistiqomahan warga MTA agar kondisi keimanan mereka tetap pada frekuensi yang stabil. Jangan-jangan, ini aliran sesat yang akhir-akhir gencar di promosikan oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab. Masih bisik hati saya di sudut yang lain. Oh, ternyata tidak juga.

Bersambung ke bag (2)

1 komentar: