Rabu, 27 Juli 2011

ITULAH INDONESIA.... [2-TAMAT]

Pada titik kehangatan itulah, pada akhirnya, kita telah lebur dan masuk ke dalam apa yang dinamakan dengan kawah candradimuka (bulan training mental). Sebuah wadah yang membuat kita kepingin senantiasa dalam dekapan dan kehangatan Yang Ilahi nan Suci. Ujung dari itu semua, akan mengantarkan kita untuk kepingin juga meningkatkan amalan kita menuju tercapainya manusia paripurna “la’allakum tattaqun” (QS-2:183).

Ketertundaan peresmian MTA Bojonegoro berujung pada kesedihan. Itu pasti. Dan diujung kesedihan yang lain, sudah berdiri kokoh sebuah kenenglongsoan. Keduanya saling bersitatap, bermuwajjahah, ber-face to face untuk beradu pandang. Menyampaikan pesan cinta lewat mata. Dari mana datangnya cinta dari mata turun ke hati. Posisi ini mempertegas kesedihan masing-masing untuk saling menguatkan kebersamaan yang alamatnya tidak lain dan tidak bukan, ada di dalam hati. Dari sini lahirlah sebuah wisdom: HATI-HATI ya.
Sebuah kata yang besentuhan dengan rasa sakit, yang itu letaknya di hati. Dan hati orang beriman itu adalah rumahnya Allah. Qolbun muslimin baitullah.

Langkah terkecil dengan ke-HATI-HATI–an itu pun, akan punya nilai tersendiri di haribaan sang pemilik HATI. Bahwa, sekecil apapun rintihan itu, kepedihan itu, kenelongsoan itu, adalah pahala di sisi Allah. Di sisi Allah, apapun itu akan dikonversikan ke dalam mata uang dollar milik-Nya. Pelipat gandaan itu semula 700 (tujuh ratus) kali, ada kemungkinan besar akan dinaikkan berlipat ganda menjadi 1.500 (seribu lima ratus) kali lipat. Dan itu terserah Allah, watarzuqu mantasya’u bighoiri hisab. 

Di alamat HATI itulah, yang pada hari-hari ini sedang mendera, menusuk-nusuk sekian ribu keping hati komunitas warga MTA yang teraniaya itu, yang tak lain adalah saudara kandung satu iman, satu hati, satu perjuangan dalam mengibarkan panji-panji kalimat tauhid LA ILA HA ILLALLAH, MUHAMMADUR RASULULLAH .

Kalau bukan kita dan segera dimulai hari ini, siapa lagi yang akan memulai? Teriak sekeping hati yang lemah ini, sembari berdendang sebait puisi hati diiringi dentingan musik instrumentalia kalimat tauhid LA ILA HA ILLALLAH, MUHAMMADUR RASULULLAH.

Ya, warisan terbaik untuk hari ini adalah memutus mata rantai warisan yang tidak satu nada dengan LA ILA HA ILLALLAH, MUHAMMADUR RASULULLAH, yang harus kita lakukan. Ya hari ini, ketika detak waktu masih bergulir, ketia air mata masih menetes di sudut malam, ketika masih mengalir dan bergejolak memompakan nutrisi semangat untuk hidup seribu tahun lagi.

Itulah Indonesia....,

Begitulah ujar Al-Ustadz menirukan penggalan bait lagu kebangsaan Indonesia di akhir acara Jihad Ahad Pagi itu, 24 Juli 2011 itu. Di saat itu warga MTA yang pada hari-hari ini hidup dibawah desing peluru caci maki, juga hidup di sebuah negeri yang disebut .. itulah Indonesia …yang sama. Pada saat itu juga, anak tiri di negeri sendiri ini, juga sedang bertaruh nyawa menyelamatkan anak-anak bangsa dari beragam penyakit TBC (Tahayul, Bid;ah, Churofat) yang sedang beranak pinak di rumahnya sendiri

Itulah Indonesia....,


TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar