Jumat, 08 Juli 2011

Ritual Ruwahan [2]

Pada detik selanjutnya, saya bisa membayangkan, betapa jamaah “RITUAL RUWAHAN” dengan prosentase 90% beragama Islam itu akan saling bersitatap, dan dari ber-face to face antara jamaah itu, timbul-lah sebuah tanya lalu menghukumi dan menghakimi saya: mana si Zam kok nggak nongol. Masak dekat rumah, kok nggak datang. Ora duwe rasa pakewuh babar pisan. Wong Edan, Ora duwe Isin. De El El.

Konspirasi kebaikan yang saya rancang khusus dengan istri, rupanya tidak berjalan mulus, tidak semulus yang saya bayangkan. Game is not over yet. Permainan belum selesai. Motor buntut saya ternyata mencium bau bersekongkolan itu. Kuda besi made in Japan yang begitu berjasa menemani kemana saya pergi ini, ternyata mewakili konspirasi lain yang ujug-ujug saja berkhianat. Peran pengkhiatan ini semakin nyata dengan bocornya ban belakang, yang kayaknya baru dua hari yang lalu saya tambalkan.

Waduh… alamat apa ini!

Setengah jam sebelum bedug magrib bertalu-talu, saya mencoba berkompromi dengan cara memompanya. Sambil berbisik dalam hati, Ooo…, inilah harga keimanan yang harus saya bayar mahal. Lima belas menit kemudian, ban kempes lagi. Ini artinya, ban motor saya benar-benar bocor, dan itu bermakna harus ditambal. Merasa sudah kalah, dan tidak ada kata kompromi lagi, ban saya pompa lagi. Detik berikutnya, motor saya larikan seperti mengejar setan.

Ditengah mengejar setan itu, ada rasa puas di sana. Karena saya sudah keluar dari radius berbahaya titik nol kilometer pusat “RITUAL RUWAHAN”, di mana shahibul bait atawa tuan rumah ritual itu lokasinya persis di depan rumah saya. Keluar dari ikatan jerat jaring laba-laba episode penyelamatan iman, sungguh suatu peristiwa yang mendebarkan. Sebuah peristiwa langka, di mana setahun yang lalu, tidak termaktub dalam teks skenario otak kiri dan otak kanan kepala ini.

Sebuah pelarian memang selalu memakan korban. Setan yang saya kejar itu, ternyata membawa dampak buruk. Sangat boleh jadi saya tadi lupa bahwa di tengah kesetanan saya melarikan motor itu, saya tidak tahu kalau motor saya lagi bocor. Boleh jadi di tengah asyik-asyiknya bermain dengan setan itu, ban yang mestinya bocor satu, sekarang menjadi dua.

Benar, apa kata pepatah (atau sabda nabi, ya), bahwa grusa-grusu atawa kemrungsung atawa tidak sabaran itu bagian terpenting dakwah setan dalam rangka menyetankan manusia. Maka jadilah saya setan saat itu, dengan mengorbankan ban motor saya yang seharusnya bocor satu, tapi Alhamdulillah jadi dua. Lubang terakhir inilah, bonus dari Allah — sebuah upaya berkhusnudhon, berbaik sangka, ber-positive thinking terhadap apa saja ketentuan (takdir) Sang Penguasa 7 lapis langit 7 lapis bumi itu.

Bersambung....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar