Jumat, 01 Juli 2011

The Clash of Civilization [3]

Andai betul pertempuran itu terjadi, maka di tangan para warga kampung, boleh jadi sudah siap beragam senjata ditangan. Senjata itu bisa berupa, arit, linggis, pacul, palu, dan senjata apa adanya. Yang penting bisa untuk memukul orang yang dicap sebagai MTA. Dan yang lebih penting lagi, di dalam mulut-mulut para warga kampung itu sudah tertanam beberapa butir bom. Bom-bom itu siap diledakkan dari jarak yang sangat dekat dalam hitungan detik.

Bom-bom siap meledak dengan sejumlah caci makian, umpatan, dan sumpah serapah. Serpihan-serpihan bom itu beterbangan ke sana-kemari hingga membentuk dan mengkristal menjadi fakta dan fatwa baru bernama: MTA itu sesat, MTA itu....silakan tambahkan sendiri bentuk caci makian sesuka hatimu....karena aku tahu yang kau mau (ah..itu ‘kan iklan soft drink).

Di tempat lain, telah berdiri seorang diri di tengah kerumunan masa itu. Sosok itu berdiri gagah mematung. Dadanya bergetar, berdetak satu-satu, seperti menyembunyikan dan menahan ‘inner power’ berujud bara api kemarahan yang meletup-letup. Tidak ada senjata di tangan. Di dadanya hanya satu yang tertanam. Innallaha ma’ash shobirin, sesungguhnya Allah bersama dengan orang-orang sabar.

Sabar untuk apa?

Sabar untuk suatu maksud yang Akbar. Yang Akbar itu adalah meng-Akbar-kan yang Maha Akbar. Akbar itu sendiri adalah milik sang pemilik tunggal. Allahu Akbar.

Yang Akbar itu adalah jihad Akbar melawan hawa nafsunya sendiri. Dan “Jihad Akbar” tidak lain adalah sebuah istilah yang berasal dari sabda Nabi yang sangat fenomenal itu. Yang fenomenal itu adalah tatkala beliau hendak kembali ke Madinah sehabis memimpin sebuah pertempuran: “Aku baru saja kembali dari jihad kecil menuju Jihad akbar.”

Perlu dicatat di sini bahwa istilah-istilah berikut ini berasal dari satu akar kata yang sama: jihad (perang suci), mujahadah (pertempuran rohani), jahd (upaya sungguh-sungguh”) dan ijtihad (kerja keras). Secara bahasa, istilah kedua mengandung arti yang sama dengan yang pertama, hanya keadaan merupakan dua bentuk yang berbeda dari sebuah kata benda verbal.

Dalam istilah teknik Sufisme (William C. Chttick, 2001) mujahadah diartikan sebagai ‘praktik asketis” (riyadhah), yang menunjuk pada semua amalan yang dilakukan oleh seorang murid dalam rangka penyucian diri dan realisasi rohani. Sedangkan “jihad” menunjukkan pada perang suci melawan orang-orang kafir maupun adalah rohani dalam pengertian secara umum.

Dalam konteks MTA, jihad Akbar ini tentunya bukan perkelahian fisik, melainkan perang dingin yang memperebutkan sebuan lahan yang kemudian disebut ‘the right track’ itu. Sebuah doa yang sering dibaca dalam setiap solat: ihdinash shirathal mustaqim, tunjuki kami jalanyang lurus. Jalan yang lurus itu dengan kata lain adalah “The Right Track” yang senantiasa satu nada dan satu frekuensi dengan Al-Quran dan As-Sunnah.

Secara tidak terlihat mata, sebenarnya di tangan warga MTA ada dua senjata sekaligus perisai yang sering dipakai tameng dalam mempertahakan diri. Dua senjata itu adalah ‘No Smoking dan No Tahlil [NT+NS]’ yang berkobaran secara samar-samar (sirr) di tengah masyarakatnya. Akan tetapi di sudut hatinya yang paling dalam, the secret weapon (senjata rahasia = NT+NS) ini menjadi pembeda (furqon) di antara masyarakat pada umumnya.

Bersambung ....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar