Selasa, 05 Juli 2011

MENDEKATI PUSAT GEMPA [1]

Pada hari Selasa, 4 April 2011 lalu, pukul 03:06 WIB, gempa berkekuatan 7,1 SR kembali mengguncang bumi Mataram. Pusat gempa di kedalaman 10 km ini, berada 293 km Barat Daya Cilacap atau 10.01 LS dan 107.69 BT. Getaran gempa dapat dirasakan pula di Jakarta, Kebumen, Purworejo, Denpasar, Bandung dan Bogor [1] .

Sebuah gempa dengan kekuatan yang nyaris sama, juga sedang terjadi setiap hari Ahad,  di sebuah jantung Kota Solo. Tepatnya di lantai 2 sebuah gedung bernama Majlis Tafsir Al-Qur’an (MTA), di jalan Serayu No. 12, Semanggi 06/15 Pasar Kliwon, Solo.

Dari gedung berlantai empat inilah, resonansi gempa merambat pelan tapi pasti melalui gempa susulan yang disiarkan secara langsung oleh dua radio, MTA-FM dan Persada-FM. Tingkat guncangan melaui dua radio ini, bisa menjangkau wilayah-wilayah eks karisedenan Surakarta seperti Kabupaten Boyolali, Sragen, Karanganyar, Klaten, Wonogiri, Sukoharjo dan Kodya Surakarta sampai sebagian wilayah Semarang selatan, Gunung kidul, Pacitan, Bojonegoro, Ponorogo, Ngawi, Blora, Purwadadi, Cepu, Rembang dan Tuban.

Bahkan sekarang, gempa itu juga mengguncang dan mengalir sampai jauh ke luar negeri. Guncangan itu bisa terendus, tentu saja, pencapaian itu bisa ditembus melalui teknologi internet: “live streaming”.

Gempa yang biasanya dimulai tepat pukul 08:00 itu, tidak membuat banyak orang takut, untuk berlari menghindarinya atau menjauhi lokasi gempa itu. Ini ajaib, lebih dari enam ribu pengunjung atau jamaah setiap pekannya dengan antusiasme yang tinggi, dengan rela hati, mendekati titik nol di mana lokasi gempa itu digetarkan.

Anehnya, gempa yang meledak di tengah siang hari bolong itu, tidak menimbulkan korban luka-luka atau pun meninggal. Bahkan yang terjadi justru sebaliknya. Mereka yang menghadiri lokasi gempa itu semakin khusuk dan nyaman di tengah guncangan gempa itu, sampai frekuensi getaran gempa itu selesai bergolak dengan durasi waktu kurang lebih 3 jam kemudian.Ya, tepat jam 11.00 wib jelang salat Dhuhur..

Tahukah Anda, apakah nama BOM yang mengguncang  Kota Solo itu?

Mari saya bantu menelusuri jejak BOM itu. Sebelumnya, mari kita ngobrol-ngobrol tentang Kota Solo. Berbicara tentang kota ini, artinya berbicara juga tentang nama-nama besar berikut ini: Gesang, Didi Kempot, Ustadz Abu Bakar Ba’asyir atau Joko Widodo. Keempat sosok ini, pasti semua orang tahu di luar kepala.

Almarhum Gesang adalah pencipta lagu Bengawan Solo. Lewat lirik lagunya yang mengalun lembut, mengalir sampai jauh. Tidak hanya mengaliri tanah tumpah darahnya sendiri: INDONESIA, yang kemudian mengharumkannya. Akan tetapi, mengalir sampai jauh ke negeri Sakura, Jepang bahkan sampai jauh nun di sana, di negeri Paman Sam, Amerika Serikat.

Benarkah Gesang hidup kembali, lantas gentayangan ‘tuk meledakkan Kota Solo?

Didi Kempot, bagi yang “gila” campursari pasti mengenalnya. Adik kandung pelawak beken Mamik Prakosa ini, lewat lagu “Stasiun Balapan” yang menjadi hit di negeri ini sekaligus menjadi lagu wajib di sebuah negeri seberang, Suriname.

Benarkah Didi Kempot, si gondrong ini  yang meledakkan Kota Solo?

[1] Kedaulatan Rakyat, Selasa Pon, 5 April 2011. (Hal-1)

[Bersambung....]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar