Minggu, 10 Juli 2011

Ritual Ruwahan [4-Tamat]

Kedua: ia tipe seorang wanita atau ibu atau nenek yang loman, mudah memberi. Ketika ia memiliki satu permen, maka si mamak akan membaginya menjadi dua, dengan diameter yang sama ukuran dan sama rasanya. Hal itu biasa ia lakukan, bila dihadapannya ada dua kurcaci. Satu keping permin yang sudah terbagi — mungkin demi keadilan sosial sesuai sila ke-5 dari Pancasila — untuk kurcaci bernama Abi, anak saya yang berusia 3,5 tahun. Selebihnya, untuk si kurcaci lain bernama Alil, cucu si mamak sendiri yang berusia 2,5 tahun. Justice for all dalam skala mikro ini menciptakan sebuah harmoni kehidupan sekaligus keharuan spiritual.

Ketiga: perkawinan dua karakater antara semranak dan loman itu menghasilkan keutuhan pribadi seorang perempuan Jawa yang sangat menjujung tinggi nilai-nilai budaya ketimuran, sebuah nilai budaya warisan nenek moyang yang konon sangat adi luhur. Dari rahim perkawinan itu lahir-lah, apa yang disebut dengan istilah “menjaga tradisi”. Dan menjaga tradisi itu — sekali lagi —sebut saja dengan istilah “RITUAL RUWAHAN”.

****

Setahun yang lalu, ketika saya belum tertular virus mematikan yang kemudian saya sebut dengan virus MTA (Majlis Tafsir Al-Qur’an), saya adalah jamaah aktif di majlis dzikir Ruwahan itu. Pada saat itu, saya adalah kerbau dicocok hidungnya. Rhok-rhok asem, rubuh gedang, anut grubyuk, dan entah apa lagi istilahnya.
Pada konteks itu, saya juga tuhu marang guru (baca: sami’na wa atho’na) atas ocehan sang imam — kosa kata versi kampung disebut Pak Kaum. Dalam “RITUAL RUWAHAN” ini, kata pak Kaum, ada tiga manfaat (pahala) yang diraih. Pertama, pahala silaturahim. Kedua, pahala kirim do’a atau transfer pahala atas orang tua atau para leluhur. Ketiga, pahala membaca bacaan tahlil, tahmid, takbir yang terangkum dalam bingkai tahlilan atau puji tahlil.

Di luar tiga pahala yang saya sebut di atas, ada satu manfaat/pahala langsung (baca: bonus instant) yakni dapat satu paket snak dan satu gelas teh hangat. Yang ini tambahan versi saya, lho. Di luar itu juga, bila dewi fortuna sedang berbaik hati, ada bonus tambahan dari tuan rumah, yakni berupa makam malam gratis dengan segala kemewahannya.

Kemewahan yang sedang saya sebut itu, minimal ada lauk pauk berupa sebuah paha ayam goreng utuh menemani gundukan nasi putih yang masih hangat binti kebul-kebul itu. Krupuk udang, yang apabila digigit menimbulkan sensasi rasa kriuk-kriuk. Yang dengan cita rasa itu, ada semacam sensasi lain yang disebut dengan numani.

Apa itu NUNAMI?

NUNAMI adalah kata benda atau tepatnya kata sifat yang mirip-miriplah dengan apa yang saya sebut zat adiktif. Zat adiktif ini, yang konon hanya ada pada sebatang rokok, sabu-sabu, pil ekstasi, minuman beralkohol, dan lainnya. Di luar zat adiktif itu, ada zat adiktif lain yang satu tingkat lebih berbahaya. Triple-TA nama zat berbahaya itu. Triple-TA bisa saya sebut juga dengan trilogy godaan duniawi. TA pertama adalah HARTA. TA kedua adalah WANITA. TA ketiga adalah TAHTA. Penyebutan Triple-TA boleh acak (random) tidak mesti urut. Tergantung selera, minat dan niat.



Tamat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar