Kamis, 07 Juli 2011

Ritual Ruwahan [1]

Hari ini Ruwahan di rumah Mamak.
SMS dari istri saya.

Dalam teori konspirasi, saya sebut sms istri saya di atas sebagai sebuah kata sandi atau pass word dari apa yang saya sebut sebagai pengingkaran hukum gravitasi di tengah kampung yang lagi super sibuk dengan acara “RITUAL RUWAHAN”. Sebuah acara yang digelar setahun sekali untuk menghadapi bulan suci Ramadhan. Ruwahan berasal dari kata Ruwah — yang dalam kalender Hijriah disebut dengan bulan Sya’ban.
“RITUAL RUWAHAN” diadakan door to door, keliling dari rumah ke rumah. Maksud dan tujuan acara ini adalah sebagai ajang birul walidain, ngebekti dumeteng roh orang tua atau leluhur, dengan mengirim do’a berupa puji tahlil.

Dengan membaca sms itu, artinya saya jadi paham. Seratus persen paham. Bahwa saya sedang merencankan sebuah konspirasi, yang dengan istilah konspirasi itu sendiri sebenarnya mengandung makna lebih kepada makna jahat. Taruhlah semacam persekongkolan kejahatan atau kebusukan. Tapi, kali ini konteksnya menjadi berbalik 180%. Demi sebuah kebaikan akan hakekat iman yang barusan beranjak naik ke pelaminan: pengantin baru.

Dengan itu, saya punya seribu satu alasan untuk tidak ‘go home’ tidak tepat waktu waktu, on time, pada pukul empat lebih tiga puluh menit sore. Saya perlu menunda kepulangan untuk beberapa jam agar kelihatan sok sibuk. Di luar itu, agar saya tidak terantuk pada sebuah batu bernama “RITUAL RUWAHAN”

Saya betul-betul harus menghindari acara tahunan menyambut bulan Suci Ramadhan itu, dan memastikan betul-betul acara itu rampung. Betul-betul sepi nyenyet, tidak ada satu ekor manusia pun di depan rumah itu. Minimal di atas jam 9-an, saya baru boleh pulang. Upaya ini sepertinya lebih mirip sebagai upaya agen spionase yang menyelinap masuk ke benteng pertahanan lawan.

Tapi grand design itu lenyap seketika. Upaya wanti-wanti kepada istri untuk mencuri informasi: di rumah siapa “RITUAL RUWAHAN” malam ini digelar, hancur sudah. Karena apa? Karena sms dari istri itu baru terbaca setelah pulang lalu duduk manis menemani anak-anak bermain di rumah. Dan tragisnya, terlihat jelas, begitu ceto welo-welo, betapa sepasang mata saya ini menyaksikan detik-detik sebuah prosesi evakuasi seperangkat mebel milik sang Mamak, si tetangga depan rumah itu, seperti menyaksikan sebuah prosesi penggusuran rumah atas sengketa tanah yang disiarkan stasiun TV secara langsung (live), benar-benar real time.

Meja, kursi, rak TV, lengkap dengan segala barang-barang yang menjadi penduduk tetap di rumah itu, sudah benar-benar hijrah dari satu tempat ke tempat lain. Dan tempat lain itu adalah samping teras rumah. Itu artinya, rumah itu sudah benar benar kosong. Dua jam dari sekarang, maksudnya setelah jam delapan malam habis Isya, rumah itu benar-benar akan digunakan untuk sebuah tempat acara “RITUAL RUWAHAN”.

Bersambung ....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar