Sabtu, 30 Juli 2011

NEO-KEJAWAN [4-TAMAT]

Suparno. Nama lengkapnya DR.Abdullah Suparno. Beliau adalah ketua MTA Perwakilan Yogyakarta sekaligus dosen di sebuah perguruan tinggi swasta di Jogjakarta. Menyebut namanya, saya sebenarnya lebih sreg dan lebih ngeh kalau di depan nama Abdullah itu ditambahkan dengan Umar. Maka akan menjadi : Umar Abdullah Suparno. Umar adalah seorang presiden (baca: khalifah) ke-2 yang sangat dihormati baik kawan maupun lawan. Ia mewakili kekerasan dan ketegasan dalam menegakkan panji-panji Islam di tengah gurun pasir Sahara.

Dengan ustadz Abdullah Suparno, secara pribadi, saya belum pernah bertatap muka dengan beliau. Tapi saya sering dengar suaranya yang menggelegak dan menggelegar lewat radio. Gelegak dan gelegar suaranya itu, mungkin akibat magma yang keluar dari kawah hatinya. Beliau sering mengungkapkan fakta dengan bahasa ketelanjangan. Sebuah ekspresi keimanan yang tegas dan keras dalam membuka sisi gelap sebuah kesyirikan di tengah masyarakatnya.

Sutarto. Nama lengkapnya…,ya Sutarto saja. Tepatnya Sutarto MA (atau MPd, ya). Sejauh yang saya tahu, tidak ada embel-embel Ahmad atau Muhammad di belakang atau di depan namanya. Ya, Sutarto saja. Tidak xlebih. Saya tidak tahu, apa arti dan makna dari kata Sutarto itu. What’s in a name, apalah arti sebuah nama, mungkin begitu kira-kira protes pak Ustadz meminjam kata-kata William Shakepeare. Tapi yang jelas, nama yang sederhana itu seolah mewakili kesederhanaan beliau dalam menjelaskan tausiah atau kajian yang diadakan setiap Sabtu di Cabang Piyungan.

Suharno. Nama lengkapnya ya Suharno aja. Sama seperti ustadz Sutarto. Tidak ada embel-embel Ahmad atau Muhammad di belakang atau di depan namanya. Sejauh yang saya tahu, beliau ini adalah salah satu warga MTA Cabang Piyungan yang paling aktif dan tentu saja paling militan. Pak Har, demikian sering disapa, tidak saja aktif ngaji di Blonotan, tapi juga sering nongol di tempat lain, yakni di kajian Cabang Kota Yogyakarta. Padahal, letak dua lokasi – Blonotan dan Yogyakarta – adalah cukup melelahkan untuk ukuran seorang pak Har. Melelahkan untuk satu liter bensin, juga melelahkan dari sisi fisik setelah sebuah kerja seharian membanting tulang.

Melelahkan, kata ini, jelas sudah di-delete dalam kamus ibadah pak Har sudah ratusan tahun yang lalu. Kata ratusan yang lalu itu lebih menunjukkan pada past tense, yakni masa lalu. Sebuah masa yang boleh diartikan sebagai masa jahiliyah.

Keempat nama yang saya sebutkan di atas; Sukino, Suparno Sutarto, dan Suharno adalah nama lain dari apa yang saya sebut dengan Neo-Kejawan itu. Sebuah frase, yang mengindikasikan sikap dan laku spiritual baru yang mengedepankan logika berpikir rasional, sekaligus kritis terhadap apa yang tidak ada tuntunanya di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Demikian juga dengan warga MTA dari garis keturunan Hawa. Nama itu selalu diawali dengan huruf S kemudian di akhiri dengan huruf I. Contoh yang seiring saya pakai sebagai model dalam tulisan saya adalah nama Ibu Sri Partini. Ibu Sri adalah satu contoh. Sebenarnya masih banyak sederet nama yang mungkin kapasitas magma letusan semangat jihadnya jauh lebih dahsyat dari ibu Sri.

Untuk menyebut daftar nama dari ibu-ibu, saya mengalami kesulitan dalam hal inventarisasi namanya. Ini masalah faktor interaksi saja. Di MTA sudah sangat jelas ada batas berupa sintru atau partisi yang memisahkan antara jamaah laki-laki dan perempuan, seperti halnya kita sholat. Lain perkara kalau nonton bareng dangdutan, misalnya. Laki-laki perempuan campur jadi satu. Asyikkan 

Jadi harap maklum. Yang saya kenal selama ini hanya Ibu Sri saja. Maunya kenal lebih banyak dengan ibu-ibu yang jumlahnya mungkin ratusan sampai ribuan yang senantiasa berdiri dibelakang sang suami dalam menegakkan kebenaran Al-Islam itu.

TAMAT

2 komentar:

  1. Assalaamu'alaikum,
    Bisa minta no HP & email ustadz suparno?
    dari Abu al jauzi - Ketapang, Kalbar

    BalasHapus
  2. maaf, sekedar meluruskan. Ustadz Abdurrohman Suparno bukan Ketua MTA Perw Jogja. terima kasih..
    dari Warga Mta Jogja

    BalasHapus