Sabtu, 18 Juni 2011

Harga Setetes Iman (7)

Adrenalin kepenasaran si smart girl ini sudah sampai di ujung ubun-ubunnya. After much delibration she made up his mind. Lalu si ABG ini menjatuhkan diri ke tanah, selanjutnya berlutut, bersimpuh di pangkuan nenek buyutnya. Di pangkuan sang nenek buyutnya yang masih menyisakan garis-garis kecantikan itu, sembari tersenyum dan mengelus kepala si cucu, sang nenek buyut akhirnya menjawab:

“Nduk,” bisiknya lembut ”kenapa kepala dan ekor ikan itu harus dipotong”

“Kenapa ... kenapa... nek?” desak sang cucu tidak sabaran.

“Karena .... panci-panci zaman dulu itu ukuranya kecil, nduk. Jadi kalau nggak dipotong, nggak muat”

Ooooo....

Si Cewek manggut-manggut. Penasaranya terjawab sudah. Kisah inspiratif itu bisa dibuka kembali di buku “GROW WITH CHARACTER”, Champion Stories: 40 Inspirasi Keteladanan dan Kepemimpinan. Oleh: Alexander Mulia dkk, Gramedia PU, 2011.

Bahwa seringkali kita begitu menelan mentah-mentah apa saja yang kita terima, berupa kebiasaan atau tradisi yang dilimpahkan secara tururn temurun. Padahal di luar sana sudah ada mBah Google dengan segala ke-mahatahuannya itu.

Dengan sering sowan ke mBah Google itu, dengan hanya ketik kata kuncinya setengah detik kemudian berbagai informasi bisa langsung kita dapat. Atau kalau mau tanya ke mBah dukun yang lebih sakti ? Ada kok. Tapi, syaratnya harus bawa amplop lebih tebal. Untuk apa?

Mahal tau!

Si mbah dukun yang lebih sakti itu namanya Google Voice Search, atau azimat bernama aplikasi lain bisa melalui smartphone lainnya, semacam BlackBerry, iPhone, dan Android. Tak perlu lagi main tak-tik-tuk pada keyboard, cukup katakan langsung pada si mBah-mbah itu.

Apa yang dilakukan si cewek seharusnya dilakukan juga oleh kita. Kita mestinya men-challenge what we know — challenge our habits, seperti saya kutip pada buku “GROW WITH CHARACTER”.

Dengan men-challenge what we know — challenge our habits itu, kita akan menelisik untuk mengetahui letak logika kebenaran dan relavansinya dengan kebenaran itu sendiri berdasarkan kenyataan yang ada. Lebih-lebih kenyataan itu terkait dengan realitas religi yang jelas-jelas termaktub dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Kisah di atas, sebenarnya saya tulis untuk menyindir sebuah tradisi yang sudah turun menurun yang dilakukan dari satu generasi ke generasi berikutnya, tanpa tahu ujung pangkalnya. Seperti sebuah lingkaran syetan. Yang terjadi adalah kita ngikut saja. Anut grubyuk. Tanpa reserve. Tanpa ba-bi-bu menanyakan kebenaran akan realitas itu.

Kalau saja si smart girl tadi itu adik saya, atau tetangga saya, atau adik ipar saya, atau keponakan saya, pasti dia ajak ngaji di MTA Cabang Piyungan yang barusan di resmikan pada hari Ahad, 5 Juni 2011 yang lalu.
Cewek ABG itu akan saya tunjukkan ke arah, di mana MTA Cabang Piyungan itu berada. Bila ada waktu silakan, tiap hari Sabtu sore jam 4-an, datang saja ‘tuk hang out (nongkrong untuk ngaji, maksudnya).

Di komunitas MTA ini, akan saya sodorkan sebuah realitas dari langit yang berbunyi sebagai berikut:
“Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang orang di bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Yang mereka ikuti hanya persangkaan belaka dan mereka hanyalah membuat kebohongan” (QS-6:116)

(bersambung..)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar