Kamis, 09 Juni 2011

Ritus Persalinan yang Mendebarkan (1)

Hikmah Di Balik Tragedi Purworejo

Melalui teknologi uji klinis ultrasonografi atau lebih sering dikenal dengan istilah USG — sebuah teknik diagnostik untuk pengujian struktur badan bagian dalam yang melibatkan formasi bayangan dua dimensi dengan gelombang ultrasonik (KBBI, Edisi Ketiga, 2003) — sebuah (atau seorang, ya?) janin yang masih dalam kandungan/rahim seorang ibu bisa diketahui dan didetekti sejak dini: apakah jenis kelamin si bayi itu perempuan atau laki-laki. Dengan teknologi itu pula, hari perkiraan lahir (HPL) bisa diketahui dengan tingkat presisi yang nyaris tepat.

Menurut hitungan weton berdasarkan primbon HPL itu, usia kandungan Majlis Tafsir Al-Qur’an (MTA) Purworejo itu, seharus lahir pada hari Selasa Kliwon, 17 Mei 2011. Namanya juga HPL, maka hari perkiraan lahir itu bisa maju bisa mundur, bisa juga tepat. Maju kena mundur kena, kata Warkop.

Dari hasil teknologi uji klinis USG juga, jabang bayi yang akan lahir nanti, ternyata tidak hanya MTA Perwakilan Purworejo saja, tapi ada kembaran lainnya, yaitu MTA Cabang Pitutuh, Kab. Purworejo. Artinya ada bayi kembar yang akan lahir dari rahim MTA Purworejo ini.
Kabar akan lahirnya bayi kembar bernama MTA Perwakilan dan Cabang di Purworejo ini, tersebar luas. Sebaran good news, kabar baik, tentu saja membuat sanak kadang MTA di penjuru Tanah Air, disambut dengan perasaan suka cita: sumringah, bungah, dan deg-deg sar.

Siapa sih, yang tidak happy, mendengar ada saudaranya akan menerima momongan?

Man proposes but God disposes, manusia merencanakan tapi Tuhan yang menentukan.

Detik-detik penantian kelahiran sang jabang bayi sudah di depan mata. Segala uba rampe dengan segala tetek bengeknya mesti dipersiapkan dengan matang. Ada kebahagiaan yang tak bisa ditulis dengan kata-kata, selagi tangis jabang bayi merah itu terdengar di sana. Seorang ibu adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Seorang ibu adalah nyawa itu sendiri. Seorang ibu adalah ‘toh nyowo toh pati’, merelakan seutas nyawanya sendiri untuk sang buah hati.

Darah merah pasti mengalir mengiringi prosesi agung itu. Darah itu merah, Jendral. Warna darah dan aroma darah yang tercecer di antara lengkingan tangis jabang bayi adalah alunan irama music super cadas, music heavy metal, dan music trash metal. Orkestra nan agung itu memecah kesunyian untuk menandai detik-detik yang menegangkan itu telah berakhir.

Seorang ayah, yang sejak beberapa detik berdiri mematung disudut ruang, menyeret kakinya mendekati sang istri tercinta. Ia pegang tangan sigaraning nyawa itu penuh kelembutan. Mengelus rambutnya yang kusut tak beraturan. Mengecup keningnya. Mengusap dua anak sungai yang mengaliri pipinya yang berbedak itu.
Fasilitas super mewah yang sejak beberap bulan lalu, sudah ready for use, digelar layaknya karpet merah untuk menyambut tamu agung. Fasilitas mewah itu terdari dari sabun, bedak, minyak telon, ember tempat mandi bayi, grito, popok, pempes, dan boks bayi.

Sepersekian menit menjelang proses kelahiran sang jabang bayi pun telah tiba. Komposisi perasaan suka-cita: sumringah, bungah, dan deg-deg sar atas kabar kelahiran itu, hancur berkeping-keping. Tidak ada mendung tidak ada hujan. Kabar itu seperti disambar geledek di siang hari bolong. Dunia seperti runtuh. Kiamat seolah dipercepat sekian menit dari sekarang. (bersambung…)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar