Kamis, 23 Juni 2011

There’s No Free Lunch [2]

MTA Yang Tak Pernah Diam

Tiga elemen fundamental: ba’saau + dzorroo’uu + zulziluu ini, marilah kita lihat dari sudut pandang teknologi tiga dimensi: 3D — ini hanya akal-akalan saya aja lho! Dari perspektif ini, suatu benda, barang atau bahkan manusia akan terlihat lebih asyik, lebih indah, lebih cantik, dan lebih-lebih yang lain, melebihi warna aslinya.

Demikian halnya dengan para lelaki sejati dari trah kabilah pertama orang beriman bernama para sahabat itu. Mereka membaca kutipan surat Al-Baqarah [2]: 214 di atas, seperti makan pisang goreng yang masih anget. Artinya, mereka para sahabat itu, langsung sam’na wa atho’na. Tidak banyak cakap tidak banyak membantah. Langsung Just Do IT.

Maka cerita selanjutnya adalah mereka segera mencium semerbak aroma wangi bunga. Bunga melati, kasturi, lavender, dan wangi-wangi bunga lainnya. Wangi-wangian itu memancar dari salah satu kelopak mawar dari surga yang jatuh ke bumi. Jatuh karena menyaksikan para calon suhada yang ‘total fight’ di medan perang sahid itu. Para bidadari di surga demikian tertegun melihat tetesan darah pujaan hatinya yang sedang ‘adu nyowo’ di bumi. Yang akhirnya tidak menyadari, satu kelopak mawar yang terselip disela-sela rambutnya itu jatuh ke bumi.

Menurut satu versi cerita/riwayat, satu tetes aja keringat bidadari yang jatuh ke permukanan bumi, akan menjadikan seluruh isi bumi ini wangi se wangi-wanginya.

Au au... itu artinya, ngak laku dong merek parfum seperti rexona, pixy, de-el-el.

Bukannya langkah mundur yang diambil para sahabat. Ia justru merangsak maju menembus benteng pertahanan musuh, untuk mendapatkan sepasang mata bola pingpong milik bidadari itu.

Dengan kata lain, mendengar good news tentang surga atau janji-janji Allah yang lain, para sahabat rela mati. Lebih dari, ia tak sabar segera menjemput bidadari-bidadari itu sesegera mungkin, as soon as possible.
Telinganya sudah gatal-gatal, seperti mendengar langkah kecipak-kecipuk manja bidadari di telaga putri belakang rumah. Melalui ilham yang sama, roh sang mujahid itu dipopong, disemayamkan pada sisi peraduan pengantin di surga.

Itulah kisah imajiner bernama positive thinking dari salah satu sudut pandang, bagaimana para mujahid itu tidak sedikit pun gentar apalagi mundur dalam mengambil seruan berjihad di jalan Allah (Jihad fi Sabilillah). Libido — sekali lagi ini hanya istilah saya aja lho, untuk mempertegas syahwat untuk mati sahid! — semakin memuncak. Sama persis seperti seekor kucing mencium bau gereh (ikan asin). Atau seperti sebuah takdir ikan Hiu yang mencium aroma darah.

Pada saat ini, ya DETIK-DETIK ini pula, pada the silent moment ini, detik-detik saya menulis artikel ini adalah sebuah takdir ikan Hiu yang mencium aroma darah. Saya, juga warga MTA yang lainnya, terus menerus merasa gerah sekaligus marah, seperti marahnya seekor Hiu yang terus mengendus dan terus menemukan titik pusat di mana darah itu menetes.

Ya, ternyata tetes darah itu menetes pada sepasang paha bidadari bernama “Penyegelan Gedung MTA Purworejo” (info ini saya peroleh dari SMS Ibu Sri Partini, warga MTA Klaten yang militan itu).

Dan oknum Penyegel itu adalah utusan Syetan. Cara seperti itu, kok, kayaknya sama dan sebangun dengan cara para kafir Quraisy dalam mengintimidasi strategi dakwah Rasulullah yang aneh itu. Seperti petikan riwayat hadist berikut:

“Sesungguhnya Islam itu pada mulanya datang dengan asing (tidak umum), dan akan kembali dengan asing lagi seperti pada mulanya datang. Maka berbahagialah bagi orang-orang yang asing“. Beliau ditanya, “Ya Rasulullah, siapakah orang-orang yang asing itu ?”. Beliau bersabda, “Mereka yang memperbaiki dikala rusaknya manusia”. Dan di lain riwayat beliau ditanya (tentang orang-orang yang asing), beliau menjawab, “Yaitu orang-orang yang menghidup-hidupkan apa-apa yang telah dimatikan manusia daripada sunnahku”. [HR. Muslim, Ibnu Majah dan Thabrani]

Bersambung ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar