Jumat, 10 Juni 2011

Ritus Persalinan yang Mendebarkan (2)

Hikmah Di Balik Tragedi Purworejo
 
Sebuah rekomendasi dokter, sebuah resep yang tertulis tidak beraturan itu datang. Hanya orang-orang tertentu yang bisa membaca tulisan sebuah resep itu. Dan resep itu, menurut mata telanjang kita seperti tulisan tangan anak SD yang baru belajar menulis: ini budi, ini bapak budi, ini ibu budi. Kating penthalit, jungkir balik. Huruf A seharusnya terbaca A, tapi tertulis Z. Huruf Z bentuknya tidak lagi seperti Z, tapi seperti huruf U, dan lain sebagainya.

Rekomendasi atau resep itu memang membingungkan bagi siapa saja yang membaca. Tapi, tidak! Ya, tidak bagi orang yang sudah faham. Faham akan kebiasaan sang dokter menulis dengan tulisan tangan seperti itu. Orang yang sudah faham itu namanya apoteker. Dengan cekatan, tidak menunggu lama, sang apoteker segera berlari ke belakang. Sepersekian detik, obat sudah ada di tangan.

Sang Dokter tahu dan faham betul bahwa sang jabang, memang belum saatnya lahir. Dan yang lebih penting lagi, kelahiran sang jabang bayi itu, memang tidak harus di tanah tumpah darah kelahirannya sendiri, Purworejo. Tapi harus di tempat lain.

Sebuah rekomendasi yang tak lain adalah resep dari langit itu berbunyi: “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (Al-Bagarah [2]:216).

Orang-orang ramai itu bernama Keluarga besar warga Majlis Tafsir Al-Qur’an (MTA). Menjelang detik-detik kelahiran, keluarga besar ini dengan dada berguncang, menunggu dengan harap-harap cemas ritus persalinan yang mendebarkan itu. Rekomendasi Sang Dokter memutuskan bahwa Sang Jabang Bayi tidak jadi lahir pada hari Selasa Kliwon, 17 Mei 2011.

Segenap keluarga besar MTA seluru Indonseia, luruh, tertunduk lesu. Diam. Seperti mengheningkan cipta dalam ritual tahunan upacara tujuh belas Agutusan. Dalam keterdiaman itu, resep berupa pil pahit itu atas rekomendasi itu, memang harus di telan mentah-mentah (dalam bahasa kasar Jawa Timuran dikenal dengan istilah menguntal = menelan). Karena itulah satu-satu resep paling mujarab yang harus ditelan.

Pahit memang. Tapi itulah rasa obat. Tidak ada obat yang manis. Kalau itu obat manis: ada rasa jeruk, rasa peppermint, rasa strawberry, rasa mangga dan lain-lain, itu mah cocok untuk anak-anak. PENGUMUMAN! Keluarga besar warga Majlis Tafsir Al-Qur’an (MTA) itu bukan anak-anak lagi. Persisnya tidak punya mental anak-anak. Cengeng, mudah nangisan, mudah menyerah, dan mudah marah.

Atas rekomendasi Sang Dokter Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana, yang tidak pernah dzolim terhadap pasien-pasien-Nya, Sang Dokter menyarankan: setelah minum pil pahit itu, sebaiknya bersegeralah untuk meminum segelas air putih yang automatically, akan segera menetralisir, meredekan dan sekaligus menghilangkan rasa pahit obat tersebut. Obat penetralisir itu adalah …” Agar kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang luput dari kamu,dan tidak pula terlalu gembira terhadap apa yang telah diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membanggakan diri. (Al-Hadid [57]:23).
(Bersambung ..)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar