Rabu, 22 Juni 2011

There’s No Free Lunch (1)

MTA Yang Tidak Pernah Diam

ATAUKAH KAMU MENGIRA BAHWA KAMU AKAN MASUK SURGA PADAHAL BELUM DATANG KEPADAMU (COBAAN) SEPERTI YANG DIALAMI ORANG-ORANG TERDAHULU SEBELUM KAMU. MEREKA DITIMPA KEMELARATAN, PENDERITAAN, DAN DIGUNCANG (DENGAN BERBAGAI COBAAN), SEHINGGA RASUL DAN ORANG-ORANG YANG BERIMAN BERSAMANYA BERKATA: “KAPANKAH DATANGNYA PERTOLONGAN ALLAH?” INGATLAH, SESUNGGUHNYA PERTOLONGAN ALLAH ITU DEKAT.
(Al-Baqarah [2]: 214)

Mohon izin saya membaca ayat yang saya kutip di atas, dengan melibatkan otak kiri dan otak kanan, yang tak lain adalah sisi lain dari pemahaman terbodoh dan terlemah saya, yang dengan segala kelancangan dan kebrutalan saya — saya tafsirkan sebagai There’s no free lunch, tidak ada makan siang gratis.

Dan dengan there’s no free lunch itu pula, orang yang kebelet pipis di terminal bus dan di stasiun sepur, harus menyediakan fulus minimal seribu rupiah. Kalau mau gratis, silakan pipis dipojok terminal sana, yang di atasnya tertulis : HANYA ANJING YANG BOLEH KENCING DI SINI!

Makan siang itu tidak gratis. Pipis itu juga tidak gratis. Mau gratis? Tahu sendiri ‘kan.

Hal-hal yang bersifat keduniaan, yang fisikal, yang tampak oleh mata saja tidak gratis, apalagi ini sebuah surga yang jelas-jelas tertulis Al-Qur’an. Jangan mimpi lah yau..

Sekali lagi, izinkan untuk kedua kalinya saya membaca sisi lain ayat di atas dengan sentuhan agak berbeda. Ayat itu saya pahami sebagai sebuah stategi, sebuah taktik, dan sebuah grand design dari Sang Penguasa Tujuh Lapis Langit Tujuh Lapis Bumi. Dia-lah Allah SWT yang mentrasfer energi ilmu itu melalui lidah kekasih-Nya. Melalui peluh keringat manusia paripurna yang disebut ummi (bodoh) itu. Melalui tetes air matanya yang senantiasa mengucur deras pada penghujung sepertiga malam itu. Melalui tetes darah panglima perang yang tak ada kata menyerah itu. Melalui nafas terakhir yang pada ujung lidahnya senantiasa risau dan resah tentang dua hal: ummati dan assolah itu.

Ya, melalui insan kamil dengan gelar al-Amin, Ya Jabbar, Ya Aziz, Ya Mutakabbir telah melakukan hard training kepada The First Generation sekaligus The Best Generation yang lahir di akhir zaman melalui rahim kaum kafir suku Quraisy. Itulah generasi para sahabat. Sebuah generasi yang dipuji oleh Allah sendiri dalam kutipan ayat berikut ini.

“KAMU ADALAH UMAT TERBAIK YANG DILAHIRKAN UNTUK MANUSIA, MENYURUH KEPADA YANG MA’RUF DAN MENCEGAH DARI YANG MUNKAR DAN BERIMAN KEPADA ALLAH… “ (Ali Imran[3]:110)

Membicarakan generasi para sahabat dengan kutipan surat Al-Baqarah [2]: 214 itu, adalah seperti nonton film thriller yang penuh ketegangan. Sebuah ketegangan tingkat tinggi yang diwakili tiga point penting pada kata: ba’saau (melapetaka, kemelaratan), dzorroo’uu (penderitan) dan zulziluu (diguncang dengan beragam cobaan). Tiga elemen yang sangat fundamental itulah yang menjadikan para sahabat dijuluki sebagai generasi terbaik (khoiru ummah), yang ditakuti musuh-musuh Islam kala itu.

The First Generation sekaligus The Best Generation itu memang sudah lama tiada lima belas abad yang lalu. Hari ini, mereka memang sudah berkalang tanah dan berkalung surbannya para bidadari. Tapi, karakteristik ruhul jihad mereka it’s never ending.

Akan tetapi, ruhul jhad itu, saat ini sedang menetes, menitis, dan reinkarasi pada diri orang-orang yang kemudaian disebut warga MTA. Sebuah generasi yang tidak memakai sorban dan jenggot, tapi memiliki DNA (cetak biru) yang nyaris sama dengan para sahabat.

DNA (cetak biru) yang tidak lain adalah ba’saau (melapetaka, kemelaratan), dzorroo’uu (penderitan) dan zulziluu (diguncang dengan beragam cobaan) itu, pada detik-detik telah menjadi pakaian sekaligus penghangat keimanan mereka.

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar