Selasa, 07 Juni 2011

Kisah Para Peluru (6)

4. Bapak Rusmono

Bapak dua puteri ini adalah seorang guru di sebuah SMA, Gunungkidul. Dari penuturannya, sudah hampir 1 tahun ini dia ikut bergabung dengan MTA.
Dari pak Rus (sapaan akrabnya), saya baru tahu bagaimana strategi atau jurus jitu menyiasati atau menolak undangan puji tahlil itu.

Menurut bapak Guru ini, ada 3 (tiga) tahapan penolakan menghadapi hajatan tradisi yang dianggap baik atau sering juga disebut dengan bid’ah hasanah. Tahap pertama — ini khusus bagi pemula (kelas beginner) atau yang masih malu-malu. Artinya belum punya kesiapan mental atau belum berani menghadapi tantangan di tengah masyarakat — berikan seribu satu alasan (sebenarnya satu saja cukup, nggak usah sampai seribu alasan) bahwa pada hari H acara itu, katakan begini: nyuwun pangapunten, kulo wonten acara.
Tahap kedua — ini khusus bagi yang setengah berani (kelas intermediate). Miliki no hp sesama warga MTA. Setelah itu kirim SMS, yang isinya : mohon miscall saya pada hari … jam …. Maksud sms ini adalah taktik atau cara pengelabuhan dan pengaburan (semacam adegan kamuflase untuk mengelabuhi lawan), agar punya satu alasan (ingat tahap pertama dengan seribu alasan) untuk menghindari acara atau undangan puji tahlil itu.
Tahap ketiga — ini khusus bagi para pemberani (kelas advance) — datangi, atau tepatnya dekati dengan pendekatan silaturahim yang semranak (seperti sowannya seorang anak kepada bapaknya yang lama tidak pernah bertemu) kepada tokoh-tokoh masyarakat yang disepuhkan. Tokoh-tokoh itu bisa pak ketua RT, pak Dukuh, pak Kaum, atau siapa saja yang dianggap punya pengaruh di masyarakat. Selanjutnya, katakan kepada para tokoh itu, bahwa acara puji tahlil itu tidak ada tuntunannya.

Setelah melakukan ketiga tahapan diatas, siap tidak siap, tunggu untuk beberapa hari minimal seminggu. Anda akan menjadi orang terkenal di seantero kampung. Anda akan menjadi celebrity kampungan atau pahlawan kesiangan. Karena pada hari itu juga Anda akan dinobatkan sebagai the man of the day, jadi orang terkenal pada hari itu. Anda akan jadi pusat perhatian. Tidak hanya itu, Anda menjadi bahan olok-olokan, sebagai orang yang NGOWAH-NGOWAI ADAT, ORA UMUME WONG, dll.

Menggambarkan tiga tahapan strategi ini, pak Rus sangat berapi-api, sangat bersemangat, seperti memuntahkan sebuah amarah dari dalam dadanya. Bagi yang pertama kali bertemu dengan pak Rus ini, berbicara dengan beliau layaknya seperti mau ditampar saja. Ini harap dimaklumi, karena passion-nya terhadap hal-hal yang berbau pelurusan akidah sangat besar.

Saya katakan berapi-api, karena saat ini, pak Rus memang sedang hot-hotnya memegang bara api, sebuah bara keimanan yang persis pernah disinyalir Nabi SAW lima belas abad lalu. Karena membawa bara itulah, saat ini – tepatnya sejak pak Rus bergabung dengan MTA - ia menjadi semacam public enemy (musuh bersama) sekaligus target man di tengah-tengah masyarakatnya.

Di tengah mayoritas masyarakat yang mengamalkan ajaran nenek moyang itu, pak Rus berdiri sendiri sebagai ‘single fighter’ (petarung tunggal) menentang arus besar bernama tahlilan, sebuah tradisi Hindu yang dulu diadopsi oleh para wali yang kemudiaan diritualkan layaknya sebuah ajaran Islam. Jangan ditanya berapa kilogram amunisi ‘caci maki’ yang telah ditembakkan ke muka pak Rus.

Asal tahu saja, pak Rus mengaku bahwa dirinya sebelum bergabung dengan MTA, adalah pentolan aktif sebuah majlis dzikir di tengah masyarakat urban (perkotaan) di Yogyakarta. Sebagai ketua majlis dzikir, yang tentu saja disepuhkan oleh komunitasnya, dia sudah menduduki posisi apa yang dinamakan comfort zone, sebuah posisi nyaman yang punya kharisma, dihormati dan punya bargaining position (posisi tawar) yang kuat di tengah jamaahnya.
(bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar